Mengenal Lebih Jauh tentang Varian Omicron, dari Gejala sampai Pengobatan

COVID-19 varian Omicron pertama kali ditemukan di Afrika dan sudah menyebar ke banyak negara serta telah terdeteksi di Indonesia. Kemunculan varian baru virus corona ini diwarnai misteri tentang banyak hal, dari asal mula virus, dampak yang ditimbulkan, hingga potensi penularan. Berikut penjelasan dr. Muhammad Irhamsyah, spesialis patologi klinik Primaya Hospital Bekasi Timur.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penemuan COVID-19 varian Omicron dari Afrika pada November 2021. Virus dengan kode B.1.1.529 ini disebut punya kemampuan penyebaran lebih cepat daripada varian Delta yang sebelumnya memicu krisis di mana-mana. Menurut WHO, varian baru COVID-19 menyebar sangat cepat di Afrika Selatan, di mana tingkat penyebaran Delta terhitung rendah.

Namun, di negara lain dengan angka infeksi Delta yang tinggi, seperti Inggris Raya, Omicron juga terdeteksi cepat menular. Di Inggris sendiri kini terjadi lonjakan angka kasus positif COVID-19 dengan varian Omicron. WHO menduga hasil mutasi virus corona ini akan menyebabkan angka kasus positif lebih banyak daripada varian Delta.

Varian Omicron dikatakan hanya menyebabkan sakit ringan, tapi sudah ada sejumlah orang yang harus dirawat di rumah sakit dan bahkan meninggal dunia setelah terinfeksi. Karena itu, para peneliti masih menindaklanjuti temuan varian baru ini dengan penelitian untuk lebih memahami Omicron lebih baik.

Menurut Irhamsyah, sejauh ini kebanyakan tingkat keparahan pasien yang terinfeksi Omicron terdiagnosis ringan. Walau temuan itu sedikit melegakan, tingkat penularan Omicron yang cepat menimbulkan kekhawatiran. Omicron juga diduga dapat menghindari perlindungan dari vaksin dan infeksi sebelumnya. Karena itu, WHO memasukkan varian baru COVID-19 ini ke daftar variant of concern alias varian yang memerlukan perhatian.

Gejala COVID-19 varian OmicronSampai saat ini para ahli dan peneliti sepakat gejala dan varian baru COVID-19 ini sama seperti varian lain. Dampak yang dialami setiap pasien Omicron berlainan, tapi lazimnya serupa dengan gejala varian virus corona yang lebih dulu muncul, termasuk yang paling awal di Cina.

“Karakteristik gejala COVID-19 mirip gejala infeksi virus influenza. Kemunculan gejala dipengaruhi kondisi kesehatan pasien secara umum, juga level kekebalan tubuh dan kemampuan melawan virus,” ujarnya.

Berdasarkan temuan terbatas pada sejumlah pasien Omicron, gejala yang umum terjadi termasuk kelelahan, kehabisan tenaga, nyeri otot di sekujur tubuh, sakit kepala dan sakit tenggorokan. Gejala lain yang kurang umum meliputi sesak napas serta kehilangan kemampuan menghidu dan mengecap. Gejala yang dirasakan pasien bergantung pada status vaksinasi, usia, komorbiditas, dan riwayat infeksi penyakit sebelumnya. Berdasarkan riset, gejala pada orang yang belum divaksin lebih berat dari yang sudah divaksin dalam dosis lengkap.

Dalam siaran pers, kantor WHO di Afrika menyatakan asal-usul COVID-19 varian Omicron tak diketahui secara pasti. Negara yang diduga menjadi awal penyebaran adalah Botswana dan Afrika Selatan yang bertetangga.

“Selain lokasi kemunculan pertama, sumber varian baru virus corona ini masih misterius. Ada hipotesis sumbernya adalah hewan lantaran di Afrika masih banyak terdapat satwa liar. Virus corona bisa jadi menulari hewan di sana lalu bermutasi dan kemudian mutasi virus menular balik ke manusia,” ujarnyaa.

Hipotesis lain adalah virus bermutasi setelah menginfeksi kelompok warga yang tak terpantau. Selain itu, ada hipotesis Omicron adalah hasil mutasi virus yang berinkubasi pada satu orang tertentu. Dalam hipotesis ini, orang yang terinfeksi tersebut punya sistem imun yang kuat sehingga selamat dari infeksi. Tapi, virus masih ada di dalam tubuhnya selama berbulan-bulan, bermutasi, hingga menular ke orang lain. Semua hipotesis ini masih bersifat dugaan dan perlu penelitian lebih lanjut.

Saat ini, Omicron sudah terdeteksi di lebih dari 63 negara, termasuk di Indonesia. Laju penularan varian virus ini jauh lebih cepat dibanding Delta tapi belum jelas apa penyebabnya. Negara-negara itu tersebar di semua benua, dari Afrika hingga Amerika.

Di Indonesia, kasus pertama terkonfirmasi di Wisma Atlet, Jakarta. Setelah temuan kasus pertama itu, ada beberapa dugaan kasus Omicron lain. Sampel dari suspek ini sudah diambil dan diteliti untuk mendapat kepastian.

Benarkah 500 persen lebih menular? Seorang peneliti dari Swiss memprediksi varian baru COVID-19 ini 500 persen lebih menular daripada Delta. Peneliti yang mendeteksi varian virus corona ini juga menyebutkan hampir mustahil membendung penularan ke negara lain.

Menurut peneliti itu, kasus positif COVID-19 bertambah 100 kali lipat di Afrika Selatan pada November 2021. Ledakan kasus dipicu oleh Omicron. Namun, WHO menyatakan data yang ada saat ini belum cukup solid. Data epidemiologis yang diperoleh dari Afrika Selatan tidak bisa dipakai untuk memastikan seberapa menular varian baru COVID-19 ini.

Varian Omicron punya perbedaan signifikan dengan varian COVID-19 lain. Untuk mendeteksi varian Omicron, peneliti menggunakan metode whole genome sequencing atau pengurutan genom. Sampel diperoleh dari tes reaksi berantai polimerase (PCR). Pendeteksian ini serupa dengan cara mendeteksi varian Delta dan lainnya.

Tapi, saat ini beberapa negara telah mengembangkan metode khusus untuk mendeteksi varian Omicron. Mengingat ada dugaan Omicron lebih menular daripada Delta, para peneliti berpacu dengan waktu untuk mendeteksi varian ini secepat mungkin dengan metode tersebut.

“Hingga kini belum ada obat COVID-19 yang tersedia. Langkah utama untuk sembuh dari COVID-19 adalah menjalani isolasi dan melapor ke fasilitas layanan kesehatan setempat. Penanganan terhadap pasien tergantung tingkat keparahan gejala. Pemerintah menyediakan tempat isolasi bagi pasien tanpa gejala atau bergejala ringan. Jika bergejala berat, pasien mesti mendatangi rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih baik,” ujarnya.

Ikuti rekomendasi medis dari dokter yang menangani, terutama soal konsumsi obat-obatan. Konsumsi obat yang diresepkan dokter sesuai dengan dosis. WHO tidak merekomendasikan perawatan mandiri dengan obat apapun, termasuk antibiotik, sebagai pengobatan.

Terapkan protokol kesehatan dengan ketat untuk mencegah penyebaran COVID-19. Jaga jarak aman minimal 1 meter dari orang lain. Juga kenakan masker ketika berada di tempat umum, khususnya di dalam ruangan atau sulit menerapkan jaga jarak. Jangan lupa cuci tangan dengan sabun secara rutin. Bila tak ada sabun, bisa pakai cairan pembersih berbahan alkohol.

Vaksin juga telah terbukti bisa menekan risiko terinfeksi, termasuk dari varian COVID-19 yang baru. Ikuti program vaksinasi yang tersedia hingga dosis lengkap. Bila sudah ada program vaksin booster, ikuti pula agar sistem imun tubuh yang telah terbentuk dari vaksin pertama dan kedua lebih kuat.

Gejala varian Omicron kurang-lebih sama dengan varian lain. Jangan tunggu gejala jadi berat, segera cari bantuan medis bila merasakan demam tinggi diikuti batuk dan sesak napas. Kenakan masker dengan baik dan benar untuk mencegah penyebaran virus di fasilitas kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *